Tugas UTS Hukum Adat

Nama : Latifah Dwi Cahyani

NIM : 192121027

Kelas : HKI 4A 

Dosen : Luthfiana Z, M.H

Mata Kuliah : Hukum Adat 

Link video : https://www.youtube.com/watch?v=-2s8ROuXKlA 

Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat Batak Toba Dalam masyarakat Batak Toba yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki, sedangkan anak perempuan bukan sebagai ahli waris, anak perempuan hanya memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah atau hibah namun dalam putusan mahkamah agung atas pembagian ahli waris anak perempuan lah yang menerima lebih banyak. Pada dasarnya dalam adat Batak Toba anak perempuan bukan/tidak penerima warisan kecuai sebagai pengganti atau menggantikan berdasarkan keputusan dan persetujuan. Wanita tidak bisa menjadi penerus keturunan sebab hal tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun dan anak laki-laki sudah ditakdirkan sebagai penerus keturunan. Sehingga sudah menjadi tradisi tidak boleh diubah termasuk hal pemberian warisan. Selain itu, anak perempuan tidak berhak menerima warisan karena dalam Batak Toba anak laki-laki yang membawa marga (klan). Dalam adat Batak Toba diketahui bahwa anak laki-laki dewasa atau tertua mendapatkan warisan tanah, sawah atau ladang, sedangkan anak bungsu laki-laki mendapat rumah peninggalan orang tua. Tetapi anak sulung dan tengah tidak boleh mendapat harta peninggalan rumah orang tuanya. Dan hal itu sudah sesuai dengan hukum waris adat Batak Toba. Kedudukan perempuan sebagai istri dalam hukum adat Batak Toba yakni sejak perkawinan terjadi seorang perempuan sudah menjadi istri dan masuk dalam keluarga suami serta sudah melepas keluarganya sendiri. Sehingga kedudukan perempuan dianggap bersifat sementara, namun kedudukan sosial perempuan sangatlah terhormat karena mendapatkan bagian dari keluarga sang suami atau mendapat hibah dari pihak laki-laki terutama bagi perempuan yang melahirkan anak laki-laki atau sebaik garis keturunan. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi hukum waris adat Batak TobaTugas UTS Hukum Adat 1) Faktor pendidikan Dahulu laki-lakilah yang berhak mendapat warisan dari orang tuanya, namun seiring berkembangnya zaman dan perubahan pola pikir atau pendidikan seseorang akan memilih jalan adil dalam pembagian harta waris, sehingga kedudukan antara anak lakilaki dan perempuan adalah sama. Dalam adat Batak, pendidikan adalah hal yang berharga seperti dalam istilah orang tua akan rela dan berkorban dari kampung halamannya untuk menyekolahkan anaknya sehingga dapat memenuhi pendidikan tinggi dan berguna untuk dirinya dan lingkungannya. 2) Faktor perantauan Hal ini mempengaruhi adat istiadat yang berasal dari daerah asalnya yang semula patrilineal akan mengikuti pola hukum waris parental yang di daerah rantaunya. 3) Faktor sosial ekonomi Dalam hal perkawinan dengan adanya mahar, sehingga kedudukan anak perempuan dianggap bersifat sementara, karena pemberian mahar dianggap bentuk dan biaya membesarkan anak, namun dalam pihak suami kedudukan perempuan sangatlah terhormat. Masyarakat adat Batak Toba menganut sistem patrilineal yakni garis keturunan yang mengikuti bapaknya, sehingga ada marga-marga tertentu yang ditempati oleh anak-anak keturunan bapak yang diambil dari keturunan bapaknya. Dalam sistem pembagian warisan juga menitikberatkan pada kedudukan anak laki-laki dan anggota keluarga yang berasal dari pihak laki-laki. 2. Hukum waris adat Batak Toba menurut Hukum Islam Pelaksanaan hukum waris dalam masyarakat Batak Toba tersebut sebagian besar masih memakai hukum waris adat mereka. Karena masih menganut sistem adat yang masih kental. Dalam pelaksanaan dan proses pembagian warisan yang diakukan di masyarakat Batak Toba yang menjadikan kedudukan antara anak laki-laki dan anak perempuan dibedakan yakni ahli waris hanya dijatuhkan pada anak laki-laki dan anak perempuan tidak berhak/tidak mendapat warisan. Hal tersebutlah yang tidak sesuai dengan syariat islam dan tidak adanya keadilan dalam pembagian warisan itu sendiri, bahkan kedudukan perempuan dipandang rendah dalam masyarakat Batak. 3. Hukum waris adat Batak Toba menurut KUHP Dalam hukum waris nasional keadilan pembagian warisan yakni dengan adanya pebagian sama rata antara anak laki-laki dan perempuan, hal ini diperkuat dengan ketentuan Tugas UTS Hukum Adat Pasal 852 KUHPerdata yang mengatakan bahwa “Anak-anak atau keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lainperkawinan sekaipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus keatas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu.” Dalam masyarakat suku Batak Toba yang menganut sistem patrilineal, dahulu hanya memberikan hak atas harta warisan kepada anak laki-laki. Kemudian dalam perkembangannya, anak perempuan bisa mendapatkan bagian warisan. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 179/K/Sip/1961, yang berbunyi bahwa “Berdasarkan selain rasa kemanusiaan dan keadilan umum, juga atas hakekat persamaan hak antara wanita dan pria, dalam beberapa keputusan mengambil sikap dan menganggap sebagai hukum yang hidup diseluruh Indonesia, bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal waris bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan.” Tetapi terhadap harta pusaka yang berhak tetap anak laki-laki karena sebagai penerus marga bapaknya. Keputuan Mahkamah Agung tersebutlah yang menetapkan dan merubah ketentuan ahli waris menurut hukum adat, khususnya ahli waris anak-anak dan janda

Wali, Saksi dan Ijab Qobul dalam Perkawinan

  Wali, Saksi dan Ijab Qobul dalam Perkawinan Latifah Dwi Cahyani   Abstrak: Perkawinan adalah suatu amalan sunnah yang disyariatkan ...