ISLAM DI TANAH JAWA
Latifah Dwi Cahyani
Institut
Agama Islam Negeri Surakarta
e-mail:
latifahdc861@gmail.com
Abstract: Islam entered Indonesia through a very long
process. The development of Islam cannot be separated from the traders, special
Islamic traders who came from Gujarat and Persia. Traders from Gujarat and
Persia came to regions in Indonesia to trade and trade in Islam. From the
interaction of the traders with the local population, Islam could then develop.
At first only a group of people later developed into villages, villages and an
empire. By the 14th century AD, Malacca had grown to become the largest trade center
in Southeast Asia. Traders from various countries including Islamic traders
from Gujarat and Persia made Malacca a base to also discuss regions in
Indonesia. Likewise, traders from various regions in Indonesia such as Javanese
traders also made Malacca their place of trade. From the interaction of Islamic
traders with Javanese people, Islam developed in Java. The process of entry of
Islam in Indonesia in general by peaceful means. However, sometimes spreading
Islam must be colored by means of conquest. This happens if there are problems
and conditions, especially in the political sphere in kingdoms that are
experiencing difficulties due to power struggles. Some paths of spreading Islam
are, among others, trade, marriage, education, Sufism, art and politics.
Abstrak: Agama Islam masuk ke Indonesia melalui proses yang sangat
panjang. Berkembangnya agama Islam tidak lepas dari para pedagang, khususnya
pedagang Islam yang berasal dari Gujarat dan Persia. Para pedagang dari Gujarat
dan Persia datang ke daerah-daerah di Indonesia untuk berdagang sekaligus
menyebarkan agama Islam. Dari interaksi para pedagang dengan penduduk setempat,
agama Islam kemudian bisa berkembang. Mula-mula hanya sekelompok orang kemudian
berkembang menjadi sebuah perkampungan, desa, dan sebuah kerajaan. Pada abad
ke-14 M, Malaka telah tumbuh menjadi pusat perdagangan terbesar di Asia
Tenggara. Para pedagang dari berbagai negara termasuk para pedagang Islam dari
Gujarat dan Persia menjadikan Malaka sebagai basis untuk juga mengunjungi daerah-daerah
di Indonesia. Demikian pula, para pedagang dari berbagai daerah di Indonesia
seperti para pedagang Jawa juga menjadikan Malaka sebagai tempat mereka
berdagang. Dari interaksi para pedagang Islam dengan orang-orang Jawa, Islam
kemudian berkembang di Pulau Jawa. Proses masuknya Islam di Indonesia pada
umumnya dengan jalan damai. Akan tetapi adakalanya penyebaran Islam harus
diwarnai dengan cara-cara penaklukan. Hal ini terjadi jika situasi dan kondisi,
khususnya di bidang politik di kerajaan-kerajaan sedang mengalami kekacauan
akibat perebutan kekuasaan. Beberapa jalur penyebaran agama Islam antara lain,
pedagangan, perkawinan, pendidikan, tasawuf, kesenian dan politik.
Kata
kunci: Islam di nusantara, Islam di Jawa, metode penyebaran
A. Pendahuluan
Hadirnya Islam merupakan dampak positif dari
ramainya transaksi dagang di Selat Malaka. Ada sekitar 240 juta Muslim yang
tinggal di Asia Tenggara. Jumlah tersebut hampir seperempat dari total jumlah
umat Islam di dunia.
Indonesia, bagian dari
Asia Tenggara, merupakan negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia, yaitu
12,9 % dari total Muslim di dunia.
Proses
Islamisasi di Indonesia, pada masa kedatangan Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak
Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa,
Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam
yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang
telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang
semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak
mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat.
Berdasarkan latar belakang diatas
kita dapat menyimpulkan dan menemukan beberapa rumusan masalah yaitu
menjelaskan bagaimana masuknya islam di nusantara, masuknya islam di tanah
Jawa, pola islamisasi dan metode penyebaran Islam di Jawa.
B. Masuknya Islam di
Nusantara
Letak Indonesia yang strategis serta tanah yang subur dapat menghasilkan berbagai macam hasil bumi yang sangat menguntungkan, Indonesia sendiri juga dikenal bangsa yang ramah. Oleh karena itu, banyak Negara lain yang datang ke Indonesia unutk menjalin hubungan dagang.
Proses perkembangan agama Islam di Nusantara sejalan dengan perdagangan dan pelayaran. Agama Islam mula-mula masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang dari Gujarat (India). Para pedagang ini singgah di Indonesia untuk sementara waktu dan menanti saat yang tepat untuk meneruskan pelayaran ke wilayah lain.sementara, pelayar waktu itu sangat dipengaruhi oleh arah mata angin, mereka telah memanfaatkan arah angin musim barat dan angin musim timur yang berganti arah setiap setengah tahun sekali. Oleh sebab itu para pedagang sambil menunggu arah angin yang sesuai dengan tujuan mereka. Mereka bergaul dengan masyarakat setempat, sehingga terjadilah pergaulan antara pedagang asing dengan pedagang setempat.
Kesempatan itu dgunakan oleh para pedagang Islam dari Gujarat., Arab, dan Persia untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Di pelabuhan para pedagang muslim menyebarkan agama Islam keadaan sesama para pedagang, baik para pedagang asing maupun pedagang pribumi. Selain itu ajaran agama Islam juga disebarkan kepada para raja, adipati, dan bangsawan sebagai penguasa pelabuhan.dengan banyaknya raja, adipati dan para bangsawan, daerah pesisir yang masuk Islam, maka rakyat di daerah tersebut juga banyak yang memeluk agama Islam. Proses masuknya islam ke Nusantara pertama kali melalui lapisan bawah yaitu masyarakat sepanjang pesisir. Agama islam dibawa atau diperkenalkan oleh para pedagang-pedagang muslim baik dari Arab maupun dari Gujarat.[1]
Selain sebagai kewajiban seorang muslim, penyebaran agama Islam melalui perdagangan ketika itu merupakan jalan yang efektif dan efisien. Hal ini beralasan, karena pada masa itu pelayaran dan perdagangan internasional sangat berkembang. Tidak heran jika daerah yang terlebih dahulu memeluk agama Islam adalah daerah pesisir. Di tempat tesebut orang dari berbagai negara saling bertemu dan melakukan transaksi perdagangan. Pada saat itu, tidak jarang sentuhan agamis dari para pedagang muslim mempengaruhi rekan dagangnya yang kemudian menganut agama Islam. Selain itu, kaum mubaligh atau guru agama juga datang untuk mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Kedatangan para mubaliq ini mempercepat penyebaran agama Islam di Indonesia. Mereka mendirikan banyak pondok pesantren yang mencetak kader-kader ulama dan guru agama lokal.
Golongan lain yang juga disebut sebagai pembawa agama Islam adalah penganut tasawuf (kaum Sufi). Mereka diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M. Selain golongan pembawa, tentu terdapat pula golongan penerima Islam. Di Indonesia terdapat dua golongan penerima Islam, dua golongan beaar masyarakat penerima agama Islam adalah:
a)
Golongan Elite adalah para raja,
bangsawan dan penguasa.
b) Golongan Wong
Cilik adalah golongan lapisan bawah.
Golongan elite di samping sebagai penguasa politik juga mempunyai peranan penting dalam menentukan kebijakan-kebijakan perdagangan dan pelayaran. Di antara golongan elite tersebut terdapat pula para pemilik saham dan pemegang monopoli dagang atay pelayaran. Mereka biasanya berhubungan langsung dengan pedagang termasuk para pedagang dari Gujarat (India).[2]
Agama islam pertama kali masuk di Nusantara pada abad pertengahan Hijriyah atau sekitar abad ke-7 Masehi, yang didukung oleh beberapa bukti, antara lain sebagai berikut :
1.
Catatan Sejarah
Kerajaan Cina
Pada
zaman Dinasti Tang terdapat orang-orang Ta-shih untuk menyerang kerajaan Holing
yang diperintahkan oleh Ratu Sima (674 M) namun rencana tersebut dibatalkan
karena kuatnya pemerintahan Ratu Sima. Ta-shih dalam berita Cina itu
ditafsirkan sebagai orang-orang Arab.
2.
Berita Chou Ku Fei
Di
Indonesia terdapat dua tempat yang menjadi komunitas orang Ta-shih, yaitu
Fo-lo-an dan Sumatera Selatan. Wilayah tersebut merupakan wilayah kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya, yang sekarang lebih dikenal sebagai Kuaa Brag, Trengganu,
Malaysia.
3.
Berita Jepang
Berdasarkan
sumber berita Jepang, ketika pendeta Kanshin ke Indonesia, di Kanton terrdapat
kapal-kapal Po-se dan Ta-shih-K-uo. Menurut para ahli, Po-se ditafsirkan
sebagai bahasa Melayu, sedangkan Ta-shih ditafsirkan sebagai orang-orang Arab
dan Persia.[3]
Agama
islam masuk pada abad ke-13 Masehi berdasarkan munculnya Kerajaan Samudra Pasai
yang bercorak Islam, yang diperkuat dengan bukti-bukti:
1.
Berita Ibnu Battutah
Pendapat ini didukung oleh berita Ibnu
Battutah serta batu nisan Sultan Malik as-Saleh ditemukan di Sumatra Utara dan
berangka pada bulan Ramadhan 676 Hijriyah. Sultan Malik as-Saleh dikenal
sebagai seorang pengjar Tasawuf yang kemudian menjadi raja di kerajaan Samudra
Pasai.
2.
Catatan Perjalanan
Marcopolo
Marcopolo merupakaan pelaut asal Italia.
Ia menulis bahwa raja Samudra Pasai menganut agama Islam dan menyebarkannya.
Berdasarkan catatan sejarah Marcopolo sempat singgah di Kerajaan Islam Samudra
Pasai dalam pelayarannya kembali ke Eropa dari China.
3.
Batu Nisan Fatimah
Binti Maimun di lereng Gresik, Jawa Timur.[4]
Agama
Islam berkembang di Indonesia tidak langsung diterima oleh rakyat pada umumnya tetapi
melalui tahapan atau urutan sebagai berikut:
1.
Pedagang,
pedagang-pedagang Indonesia langsung mendapat pengaruh dari pedagang Islam atau
pedagang-pedagang Islam yang datang ke Indonesia.
2.
Bangsawan, para
bangsawan (adipati atau raja-raja) yang berperan dalm perdagangan, selain
golongan yang mampu membeli barang dagangan mewah, juga sebagai pemberi modal
bagi pedagang-pedagang Indonesia.
3.
Para wali atau ulama,
wali ini biasanya berperan menyebarkan Islam, mereka bertugas sebagai penasehat
raja-raja yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan juga dengan
pedagang-pedagang Islam,
4.
Rakyat (masyarakat),
masyarakat mendapat pengaruh islam paling akhir. Rakyat biasanya menerima
pengaruh dari para wali atau ulama melalui dakwah.[5]
Perkembangan
Islam di Indonesia berpusat di Malaka. Selain itu, pusat perdagangannya pun berada
di Malaka, disanalah pedagang Asia dan Indonesia bertemu. Setelah daganagna
mereka habis mereka tidak langsung bisa pulang tetapi menunggu angin untuk
berlayar. Selama menunggu angin pedagang Gujarat, Persia dan Arab yang beragama
Islam mengenalkan agamanya kepada pedagang lain (termasuk Indonesia). Pedagang
Gujarat, Persia dan Arab juga datang ke Indonesia untuk berdagang sekaligus
menyebarkan agama Islam sehingga agama Islam berkembang di Indonesia. Agama
Islam berkembang cepat di Indonesia, hal ini disebabkan oleh beberapa hal
sebagai berikut:
1.
Syarat masuk Islam
mudah yakni seseorang
dianggap telah masuk Islam apabila telah mengucapkan dua kalimat syahadat.
2.
Ajarannya sederhana,
mudah dimengerti dan diterima.
3.
Islam tidak mengenal
kasta. Dalam ajaran
agama Islam tidak dikenal adanya perbedaan golongan dalam masyarakat setiap
anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sama sebagai hamba Allah Swt.
4.
Upacara agamanya lebih
sederhana
5.
Penyebaran agama di Islam di
Indonesia diadakan secara damai tanpa adanya kekerasan dan disesuaikan dengan
kondisi sosial budaya.
6.
Jatuhnya kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit.[6]
Faktor-faktor
di atas didukung pula dengan semangat para Penganut Agama Islam jam-jam
terus-menerus menyebarkan agama Islam adalah sebuah kewajiban.
C. Masuknya Islam di Tanah
Jawa
Perlu kita ketahui jauh sebelum Islam masuk ke daerah tanah
Jawa, mayoritas masyasarakat di tanah jawa menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga sudah
dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha yang berasal dari India.
Seiring dengan berjalannya waktu, tidak lama kemudian Islam mulai masuk ke Jawa
melewati Gujarat dan Persia dan ada yang berpendapat bahwa Islam masuk dibawa
oleh orang Arab, terutama pedagang dari Timur Tengah.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Dalam berita Ma-huan (1416) terdapat keterangan tentang adanya orang-orang muslim yang tinggal di kota Pelabuhan Gresik. Ini membuktikan bahwa komunitas masyarakat muslim mulai berkembang di Jawa Timur, terutama di kota-kota pelabuhan. Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa kemunduran di awal abad ke-15 M, kota-kota pelabuhan seperti Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat penyebaran agama Islam dari kedua kota ini pengaruh agama Islam menyebar hingga ke kota-kota pelabuhan di belahan Timur Indonesia misalnya Maluku.
Kota pelabuhan lainnya seperti Demak juga berkembang menjadi daerah perdagangan yang sangat ramai. Kota-kota pelabuhan di Jawa Barat seperti Cirebon, Sunda Kelapa dan Banten sangat potensial sebagai daerah pemasaran hasil bumi. Bagi Demak, usaha menemukan menanamkan pengaruh Islam di pesisir utara Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari tujuan politik maupun ekonomi. Dalam pemerintahan pengaruh ini terlihat pada penggunaan gelar Sultan dan panatagama bagi raja. Raja juga berperan dalam mengatur dan melindungi agama.[7]
Terlepas dari pendapat di atas, bahwa menurut para pakar ada 4 teori yang mengupas tentang masuknya Islam ke tanah Jawa :
1.
Teori
Gujarat
Teori
ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Jawa pada abad 13 dan pembawanya
berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a.
Kurangnya
fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Jawa.
b.
Adanya
batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak
khas Gujarat.
c.
Hubungan dagang
antara Indonesia dengan India sudah lama terjalin melalui jalur
Indonesia-Cambay-Timur Tengah-Eropa.
Selain
itu ada tiga argumen dari teori ini. Pertama, alasan mazhab fiqh, Pijnapel
berkata bahwa Gujarat dan Malabar adalah wilayah yang pertama kali menganut
Mazhab Syafi'i sebelum kemudian dibawa dan berkembang di Asia Tenggara. Kedua,
alasan politik. Penyebaran Islam ke Asia Selatan dan Tenggara berkaitan dengan
runtuhnya kekuasaan Bagdad. Ketiga, alasan arkeologi,yaitu batu nisan. Bukti masuknya
Islam ke Nusantara melalui India dibujtikan kesamaan-kesamaan batu nisan yang
terdapat di beberapa tempat di India dan di Nusantara.
Teori-teori
Gujarat ternyata juga memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, lemah bila disimpulkan bahwa awal kedatangan Islam adlah
dari Gujarat karena berarti mengabaikan data-data tentang peranan orang-orang
Arab dsn Cina pada abad sebelumnya yang sudah dijelaskan dalam teori Arab. Kedua, lemah secara historis. Menurut
Marrison, seperti yang dijelaskan Azra, batu nisan Raja Samudera Pasai tahun
698 H yang dijadikan alasan Islam datang berasa dari Gujarat tidak berdasar
karena pada saat Islamisasi berlangsung di Samudera Pasai, Gujarat masih Hindu.[8]
Teori
Gujarat didukung oleh Snouck Hurgronje, W.F. Stutterheim, dan Bernard H.M.
Vlekke. Para ahli sejarah pendukung teori ini lebih memusatkan perhatiannya
pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaiti adanya Kerajaan Samudra
Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia)
yang pernah singgah di Perlak tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah
banyak penduduk yang memeluk agama Islam dan banyak pedagang Islam dari India
yang menyebarkan Islam.[9]
2.
Teori
Makkah
Teori
ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama
yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Jawa pada
abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a.
Pada
abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan
Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina dari
Hikayat Dinasti Tang, yaitu menceritakan tentang orang-orang Ta-Shih (sebutan
untuk orang Arab) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Holing
yang diperintah oleh Ratu Sima (674 M). Ta-shis juga ditemukan dari berita
Jepang yang ditulis tahun 748 M, Ta-shis hanya untuj menunjukkan orang-orang
Arab dan Persia, bukan Muslim India.
b.
Kerajaan
Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i
terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah
penganut mazhab Hanafi.
c.
Raja-raja
Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari
Mesir.
Selain
itu ada beberapa argumen dan bukti-bukti sejarah teori ini. Selat Malaka pada
abad ke-7/8 sudah ramai dilintasi para pedagang Muslim dalam pelayaran dagang
mereka ke negeri-negeri Asia Tenggara dan Asia Timur.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W.
Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah
berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Jawa terjadi jauh sebelumnya
yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah
bangsa Arab sendiri.[10]
3.
Teori
Persia
Teori
ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Jawa abad 13 dan pembawanya berasal dari
Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat Islam Jawa seperti:
a.
Peringatan
10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad,
yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Jawa ditandai dengan
pembuatan bubur Syuro.
b.
Kesamaan
ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al –
Hallaj.
c.
Penggunaan
istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi
Harakat.
d.
Ditemukannya
makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e.
Adanya
perkampungan Leren di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu
pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husein dan P.A Huseib Jayadiningrat.
Bukti-bukti teori Persia kebanyakan mengacu
kepada pengaruh bahasa yang kemudian diteorikan bahwa Islam datang ke Nusantara
berasal dari Persia. Salaj satu buktinya seperti disebutkan Azra adalah
pengaruh kitab 'Aja'ib Al-Hind. Kitab ini adalah salah satu kitab Timur Tengah
paling awal yang berbahasa Persia dan terdapat pengaruhnya di Nusantara.[11]
4.
Teori
China
Para
pedagang dan angkatan laut China, mengenalkan Islam di pantai dan pedalaman
Jawa, dengan bukti antar lain :
a.
Gedung
Batu di semarang (masjid gaya China).
b.
Beberapa
makam China muslim.
c.
Beberapa
wali yang dimungkinkan keturunan China.
Teori ini
menyatakan bahwa etnis Cina Muslim sanagt berperan dalam proses penyebaran
agama Islam di Nusantara. Seperti terlihat dalam teori Arab, interaksi Muslim
Arab dengan Cina sudah terjadi sejak masa-masa paling awal. Dengan demikian,
Islam datang dari arah barat ke Nusantara dan ke Cina berbarengan dalam satu
jalur perdagangan pada abad ke-7. Namun teori Cina tidak berbicara tentang awal
masuknya Islam, melainkan peranannya dalam pemberitahaan-pemberitaan tentang
adanya komunitas Muslim pada masa-masa awal di Nusantara, dan peranannya dalam
Islamisasi pada abad ke-15. Cina banyak menyumbangkan data informasi sejarah
tentang adanya komunitas Islam. Berita tentang adanya orang-orang Arab dan
Muslim pada abad ke-7 di Nusantara selain dari berita-berita Arab juga didapatkan dari berita-berita Cina. Ini
menunjukkan bahwa Islam di Cina, selain lebih awal juga lebih hidup.[12]
Perlu dijelaskan bahwa teori-teori yang
dikemukakan di atas, pada dasarnya tidak membicarakan masuknya Islam ke setiap
pulau di Nusantara. Teori-teori tersebut hanya menganalisis masuknya agama
Islam di Pulau Jawa dan Sumatera. Kedua pulau tersebut dipandang memiliki
peranan penting dalam perkembangan Islam di pulau-pulau lain di Indonesia.
Teori apapun tentang Islamisasi di Nusantara senantiasa akan dituntut untuk
menjelaskan kenapa proses tersebut berawal dari suatu masa tertentu.
Dari keempat teori tersebut, pada
dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahan. Maka, berdasarkan
teori tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Jawa dengan jalan damai pada
abad ke – 7 (teori Makkah/teori Arab) dan mengalami perkembangan pada abad ke -
13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa
Persia, Gujarat (India), dan Cina.
D. Metode Penyebaran Islam
di Jawa
Proses masuknya Islam di Indonesia pada umumnya dengan
jalan damai. Akan tetapi adakalanya penyebaran agama Islam harus diwarnai
dengan cara-cara penaklukan. Hal itu terjadi jika situasi dan kondisi,
khususnya di bidang politik di kerajaan-kerajaan sedang mengalami kekacauan
akibat perebutan kekuasaan. Secara umum agama Islam masuk ke Indonesia melalui
cara-cara sebagai berikut:
1.
Pedagang
Pada taraf awal,
perdagangan adalah jalan pertama yang dilakukan oleh para saudagar-saudagar
muslim (Gujarat, Persia dan Arab). Pola islamisasi perdagangan ini sangat
menguntungkan karena para Raja dan bangsawan juga ambil bagian dalam aktifitas
perdagangan. Bahkan mereka juga memiliki kapal dan saham. Mereka juga berhasil
mendirikan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan. Di samping berdagang mereka
juga di jadikan sebagai guru spritual para pedagang. Di sebagian tempat
bangsawan-bangsawan yang menjabat sebagai Bupati yang di tempatkan di pesisir
banyak yang masuk islam. Konversi mereka ke Islam, Di samping karena faktor-faktor
gesekan langsung, mungkin juga karena faktor politik yang sedang goyah, tetapi
terutama karena factor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam
perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan
di tempat-tempat tinggalnya.[13]
Pada masa itu pedagang muslim yang datang
ke Indonesia semakin banyak sehingga akhirnya membentuk Pemukiman yang disebut
Pekojan (perkampungan Arab). Dari tempat ini mereka berinteraksi (berhubungan) dan berasimilasi (berbaur) dengan masyarakat
asli sambil menyebarkan agama Islam.[14]
2.
Perkawinan[15]
Dari sudut ekonomi,
para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih daripada kebanyakan
pribumi. Sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan akan memilki
kebanggaan tersendiri jika di pinang dan di jadikan istri oleh para saudagar.
Karena Islam mensyaratkan adanya kesamaan akidah, maka harus diislamkan lebih
dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan
lingkungan mereka semakin luas
dan akhirnya memunculkan kampung-kampung, daerah-daerah dan
kerajaan-kerajaan Muslim.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan
dan lebih mempercepat dalam penyebaran agama Islam, karena terjadinya
perkawinan antara anak bangsawan, anak raja ataupun anak adipati. mereka adalah
orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakat maka
keislaman mereka akan diikuti oleh masyarakat atau pengikutnya sehingga turut
mempercepat proses Islamisasi.
Beberapa contoh pernikahan yang dilakukan
ulama antara lain sebagai berikut:
a)
Maulana Ishak
menikah dengan putri Prabu Blambangan yang melahirkan anak Sunan Giri.
b)
Syarif
Abdullah yang menikah dengan putri Prabu Siliwangi melahirkan Sunan Gunung
Jati.[16]
Pada perkembangan
selanjutnya tidak sedikit pula para putra bangsawan yang menikah dengan anak
saudagar. Hubungan perkawinan itu amat besar peranannya dalam proses islamisasi
di Jawa.[17]
3.
Pendidikan
Penyebaran Islam melalui pendidikan merupakan jalur yang cukup efektif
dalam membantu penyebaran Islam di Indonesia. Proses islamisasi lewat pendidikan terjadi di pesantren maupun pondok yang digunakan
dan diselenggarakan oleh guru-guru agama, kyai dan ulama. Seperti Sunan Ampel yang mendirikan pondok pesantren Ampel Denta, pesantren
Glagah Wangi Demak yang didirikan oleh Raden Fatah. Pesantren adalah pendidikan (formal) yang pertama dan
utama di Negeri ini. Di pesantren para santri di didik oleh Kyai, Ulama’ dan
guru-guru ilmu agama. Sepulang dari pesantren para santri mengamalkan apa yang
diajarkan oleh guru-gurunya dan berdakwah ke tempat tertentu untuk menyebarkan
agama Islam.[18]
4.
Tasawuf
Penyebaran Islam yang tidak
kalah pentingnya adalah melalui tasawuf. Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk
mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Tasawuf lebih memudahkan orang yang
telah mempunyai daar ketuhanan lain untuk mengerti dan menerima ajaran
Islam,sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya. Orang yang
ahli di bidang ilmu tasawuf disebut sufi.[19]
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi, mengajarkan ilmu tasawuf yang bercampur dengan ajaran
yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesiam. Mereka mahir dalam
persoalan magis (yang berhubungan dengan hal-hal gaib) dan mempunyai kekuatan
menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan
setempat. Dengan tasawuf Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga
agama baru ini mudah dimengerti dan diterima. Ajaran tasawuf ini banyak
dijumpai dalam cerita babad dan hikayat masyarakat setempat. Beberapa tokoh
penyebar tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin, Syekh Abdul
Samad, dan Nurudin Ar-Raniri.[20]
5.
Kesenian
Pada waktu Islam masuk
ke Indonesia, budaya Hindu telah melekat pada masyarakat Indonesia. Tetapi
sebagian ulama atau wali yang menyebarkan agama Islam tidak merubah kesenian
yang sudah ada tetapi menggunakan seni budaya Hindu tersebut sebagai alat menyebarkan
agama Islam. Kesenian-kesenian yang digunakan untuk sarana penyebaran agama
Islam, misalnya seni wayang, seni tari, seni arsitektur, seni ukir, seni sastra
dan seni suara. Yang paling terkenal hingga saat ini dari islamisasi Jawa
melalui jalur kesenian adalah kesenian wayang. Di bidang ini Sunan Kalijaga di
kenal memiliki ketrampilan mementaskan wayang Denan amat memikat, hingga ia
berhasil merubah ceria-cerita Ramayana dan Mahabarata dari India yang penuh
ajaran Hindu-Budha ke dalam Islam. Sunan Kalijaga ketika mementaskan wayang
tidak pernah memungut biaya (upah). Ia hanya meminta para penonton mengucapkan
“Syahadat” sebelum menonton wayangnya. Kesenian lain yang berhasil di muati
ajaran islam adalah karya sastra seperti hikayat dan babad.[21]
6.
Politik
Di Sulawesi Selatan dan
Maluku, kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik kekuasaan raja sangat membantu tersebarnya
agama Islam di daerah ini. Hubungan antar kerajaan yang menjadi kemestian
sejarah menjadi titik awal mereka membuka diri dengan apa yang terjadi di luar.
Ajaran Islam yang sederhana dan telah banyak mendapat respon akhirnya turut
juga mengundang mereka masuk ke dalamnya. Di samping itu, baik di Sumatra dan
Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politk,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam.[22]
E. Kesimpulan
Proses masuknya agama islam di Indonesia pertama kali yakni masyarakat sepanjang pesisir yang membawa dan memperkenalkan agama islam kepada masyarakat Indonesia. Berkembangnya agama islam juga tidak lepas dari para pedagang muslim yang berasal dari Arab maupun dari Gujarat dan Persia. Islam masuk di Jawa melalui pesisir utara Pulau Jawa yang ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah di Leran dan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Islam masuk di Jawa juga di jelaskan dalam teori Gujarat, Makkah, Persia dan China. Proses islamisasi memang tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, tetapi terus berlangsung intensif dengan berbagai cara dan saluran. Hal itu terjadi jika situasi dan kondisi, khususnya di bidang politik di kerajaan-kerajaan sedang mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan. Secara umum beberpa cara penyebaran agama Islam di lakukan melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, tasawuf dan politik.
DAFTAR PUSTAKA
Sulandri,
Anang. Sejarah Kebudayaan Islam.
Sragen: CV.Akik Pusaka. 2015
Khalid,
Ahmad. Islam Jawa. Malang: UIN Malang
Press. 2008
Sarjono,
Eko. Pengetahuan Sosial Sejarah.
Karanganyar: Media. 2014
Hasbullah,
Moeflich. Islam dan Transformasi
Masyarakat Nusantara. Depok: Kencana. 2017
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Press. 2007
No comments:
Post a Comment