Menyuntik
Vaksin (Jika Sudah Ditemukan) Untuk Cegah Virus Corona
Latifah
Dwi Cahyani_192121027_HKI 2A
Covid-19 merupakan musibah yang
dinyatakan pandemik di seluruh dunia. Kasus Covid-19 saat ini masih terus
meninggkat di setiap negara bahkan di Indonesia kasus positif maupun yang
meninggal semakin bertambah dan persebarannya yang begitu cepat. Karena belum
ada vaksin atau obat penawar virus ini, banyak ilmuan di berbagai negara yang
berlomba-lomba dalam menemukan vaksin untuk virus ini.
Persoalan dan stasus hukumnya
mengenai Covid-19 ini bahwasannya, pandemi covid-19 ini merupakan musibah yang
mengglobal. Penyebarannya yang cepat menyerang siapa saja, tanpa memandang
negara, agama, suku ataupun strata sosial. Siapapun berpotensi terjangkit jika
daya tahan tubuh lemah dan tidak menerapkan pola hidup sehat. Maka dari itu
kita diwajibkan menjaga kesehatan dan menjaga sistem imun agar tidak mudah
terjangkit Covid-19. Sementara virus ini belum ada vaksin atau obat untuk
mengobatinya. Sampai saat ini, belum ada obat maupun vaksin yang disarankan untuk
mencegah dan mengobati virus Covid-19 ini. Vaksin yang beredar dan yang
digunakan saat ini adalah obat untuk pneuomonia akibat infeksi mikroorganisme
pathogen lain dan vaksin untuk influenza. Sebab karakter dan gejala yang
ditimbulkaan dari penderita Covid-19 ini serupa dengan flu pada biasanya.[1] Tidak
mudah untuk menemukan obat maupun vaksin untuk mengatasi virus ini, karena
virus ini tergolong virus baru yang belum ada vaksinnya. Selain itu, gejala yang
timbul pada penderita virus ini sama seperti flu bahkan ada yang tak bergejala,
sehingga dalam membuat obat yang diracik harus lebih teliti dan kompleks. Sementara
dalam penemuan vaksin, akan memakan waktu yang lama karena harus melewati
tahapan penelitian, pengujian dan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum boleh
didistribusikan. Vaksin yang diuji nantinya akan dicoba disuntikkan pada
manusia maupun hewan untuk melihat apakah ada efek samping yang terjadi.[2]
Tetapi, sekarang ini banyak industri
farmasi dan para ahli di berbagai negara melakukan penelitian dan pengembangan
dalam membuat vaksin ini untuk menghambat penyebarab dan penularan Covid-19.
Ada beberapa kandidat lembaga kesehatan untuk mengembangkan vaksin ini, hanya
saja perlu tahapan pengujian sebelum diliris dan digunakan oleh manusia.
Pertanyaan yang muncul adalah apabila seandainya ditemukan obatnya, tetapi
terbuat dari bahan yang najis atau sesuatu yang diharamkan. Bagaimana tinjauan
hukum Islam tentang hal tersebut?
Berikut landasan dan logika hukumnya
berdasarkan hukum Islam. Pengobatan merupakan syariat Islam karena menjadi
bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan yang menjadi bagian dari dharuriyyat
al-khams. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk penyembuhan dengan metode
yang tidak melanggar syariat. Jika obat yang ditemukan itu najis atau haram,
maka hukumnya mubah (dibolehkan) kecuali jika menemukan kondisi tertentu,
seperti: 1) Dalam kondisi terpaksa (dharurat) dan kondisi terdesak, jika tidak
divaksin akan mengancam keselamatan jiwa. 2) Belum ditemukan bahan yang halal
dan suci. 3) Berdasarkan arahan atau petunjuk medis yang kompeten dan
terpercaya, dan terdapat keterangan medis bahwa tidak ada vaksin yang halal
serta hanya bahan tersebut yang ditemukan.[3]
Keadaan seperti itulah yang dianggap
sebagai keadaan darurat, dimana seperti kondisi saat ini yang terjadi wabah
Covid-19. Dalam hukum Islam mengenai keadaan dharurah yang mengancam lima hal
pokok yang harus dilindungi, yaitu; menjaga agama, akal, jiwa, harta dan keturunan.
Dalam hal ini mencakup jiwa (hifdzu nafs) seseorang, karena virus ini
mudah menyebar dan belum ada obatnya bahkan berpotensi hilangnya jiwa seseorang.
Dengan demikian dalam keadaan darurat yang akan mengancam jiwa seseorang, Jika
vaksin yang telah ditemukan berasal dari bahan yang haram dan bahan yang halal
belum ditemukan. Maka hukumnya diperbolehkan (mubah) tetapi harus sesuai
kadarnya.
Di dalam firman Allah Swt
QS.Al-Baqarah (2):173 yang menjelaskan bahwa dalam kondisi darurat dibolehkan mengkonsumsi
yang haram. ”Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah.
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang dia tidak
mengingatkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyatang.”Dan dalam kaidah-kaidah
fiqh disebutkan bahwa ”Darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.” dan
”Sesuatu yang diharamkan karena dzatnya maka dibolehkan karena adanya dharurat,
dan sesuatu yang diharamkan karena aspek diluar dzatnya (lighairihi) maka
dibolehkan karena adanya hajat.” [4]
Respon dan kritik saya terhadap
pandangan hukum dan logika hukum tersebut, bahwa menyuntikan vaksin Covid-19 (jika
ditemukan) hukumnya mubah (diperbolehkan) karena dalam keadaan darurat dan
belum ditemukan vaksin yang halal. Apabila tidak segera diberikan vaksin atau
obat tersebut, akan mengancam nyawa sang penderita dan pandemi Covid-19 ini
akan sulit dicegah. Sementara mencegah kemudharatan itu hukumnya wajib. Selain itu, Allah Swt juga memberikan keringanan
dan kemudahan bagi hambanya apabila dalam kesulitan maupun dalam keadaan
darurat untuk mencapai kemashlahatan bersama. Bahkan kita dituntut untuk hidup
sehat dan menjaga keselamatan jiwa, apalagi ditengah wabah Covid-19 ini. Kita
juga harus memperhatikan asupan nutrisi, menjaga daya tahan tubuh dan
menerapkan pola hidup sehat agar sistem imun kita baik dan mematuhi aturan
pemerintah untuk dapat mencegah Covid-19 ini.
Daftar
Pustaka
F, Faried. dkk. 2020. Fikih Pandemi
Beribadah di Masa Wabah. Jakarta: Nuo Publishing
Kristanti, Novi Dwi. Tinjauan
Mashlahah terhadap Hukum Penggunaan Vaksin MR Produk dari SII (Serum Intitute of India) untuk Imunisasi.
(Skripsi). Surakarta: IAIN Surakarta.
2019.
Dicky.2020, Juni 01. Lonjakan Drastis
Kasus Corona pada Mei 2020. CNN Indonesia. Diakses
dari https://www.cnnindonesia.com
pada Kamis, 4 Juni 2020 Pukul 14:10 WIB
[2] Dicky.2020,
Juni 01. Lonjakan Drastis Kasus Corona pada Mei 2020. CNN Indonesia.
Diakses dari https://www.cnnindonesia.com pada Kamis, 4 Juni 2020 Pukul
14:10 WIB.
[3] Faried F. dkk, Fikih Pandemi
Beribadah di Masa Wabah, (Jakarta: Nuo Publishing, 2020) hal 94-95
No comments:
Post a Comment